Sebuah catatan kecil dari seorang Pemuda Papua, Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han (Kader Intelektual Bela Negara &Ketua Bidang Pertahanan Dewan Pimpinan Pusat KNPI)
Dinamika konflik di Papua kembali mengalami eskalasi dalam beberapa waktu terakhir. Dilansir dari berbagai media nasional, kelompok bersenjata yang menyebutkan diri mereka sebagai kelompok perjuangan kemerdekaan terus melakukan penyerangan kepada TNI dan POLRI bahkan masyarakat sipil juga menjadi korban dalam berbagai aksi penyerangan tersebut.
Rentetan kejadian kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersejata ini bukan hanya sekali tetapi terjadi berulang kali. Para korban ada yang menderita luka ringan hingga meninggal dunia. Salah satu pegawai Bank Papua di Sinak, Papua Pegunungan ditembak mati, masyarakat sipil di wilayah Angkaisera Yapen Papua juga menjadi korban atas kekejaman dari para pelaku penembakan beberapa waktu terakhir. Bukan hanya di bulan desember tahun 2022 ini, namun Sepanjang tahun rentetan kasus kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata kepada masyarakat sipil terus terjadi dan mengalami peningkatan di beberapa daerah.
Semenjak awal tahun 2022, Jendral Andika Perkasa telah merubah konsep pertahanan yang dilakukan oleh TNI di Papua yaitu melakukan pendekatan secara persuasif dengan mengedepankan pendekatan damai. Semenjak konsep itu diterapkan, TNI tidak melakukan upaya penindakan terhadap kelompok bersenjata tetapi lebih kepada bertahan dan mengamblil langkah damai. Hasilnya banyak dari anggota TNI yang juga menjadi korban dalam berbagai penyerangan yang dilakukan
oleh kelompok bersenjata tersebut, dari luka ringan hingga meninggal dunia.
Penulis membagi dalam 3 point pembahasan yaitu :
1. Kelompok Bersenjata dan Faktanya.
Kelompok ini disebut sebagai kelompok kriminal bersenjata, tahun 2021 lalu kelompok ini dinaikan statusnya sebagai kelompok teroris karena berbagai aksi penyerangan serta aksi teror yang dilakukan oleh kelompok ini telah memenuhi syarat untuk disebut sebagai kelompok Teroris bersenjata. Namun, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pusat secara umum bukanlah kebijakan untuk melakukan tindakan penyerangan, melainkan upaya damai.
Kelompok ini bertumbuh dan berkembang dengan sangat pesat, bahkan disetiap daerah di Papua sudah ada komandonya. Terbukti dengan berbagai tulisan dan video yang disebarkan melalui media sosial bahwa sudah terbentuk komando daerah. Kelompok bersenjata ini juga telah menyampaikan melalui pesan elektronik maupun video singkat untuk meminta TNI dan POLRI bersiap untuk berperang bersama mereka, sambil menunjukan kekuatan pertahanan mereka yaitu berbagai perlengkapan senjata modern.
Dengan menggunakan alat pertahanan, kelompok bersenjata ini telah melakukan berbagai tindakan kekerasan. Pembunuhan karyawan perusahaan dengan jumlah besar, penyerangan pos TNI dan POLRI, menembak mati salah satu Jenderal TNI, menembak mati pendeta, menembak mati petugas kesehatan dan guru, memenggal kepala masyarakat sipil, menembak pesawat perintis, membakar infrastruktur pemerintahan, melakukan penyandraan, serta melakukan pembakaran kendaraan milik perusahaan, milik masyarakat sipil dan milik TNI dan POLRI.
Berbagai tindakan kekerasan dan aksi brutal telah dilakukan oleh kelompok bersenjata ini namun faktanya pemerintah pusat tidak mengambil kebijakan keras untuk penanganan kelompok ini, hanya dengan kebijakan jalan damai dan pendekatan persuasif.
2. Kuat dan Gelar Pertahanan
Tentara Nasional Indonesia merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan negara, dalam Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang tentara nasional Indonesia bagian ketiga pasal 7 menjelaskan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Tugas TNI tersebut dilakukan dengan operasi militer dan operasi militer selain perang (OMSP). Operasi militer berarti TNI menjalankan tugasnya untuk melakukan operasi militer dalam menghadang setiap ancaman terhadap kedaulatan dan keselamatan bangsa.
Sedangkan OMSP berarti TNI ditugaskan untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata; mengatasi pemberontakan bersenjata; mengatasi aksi terorisme; mengamankan wilayah perbatasan; mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis; melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya; memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta.
Tentara Nasional Indonesia terbagi dalam 3 matra yaitu, Angakata Darat, Angakatan Laut, dan Angkatan Udara dengan memiliki Postur pertahanan yang didasarkan pada kemampuan, kekuatan, dan gelar yang dipersiapkan untuk menghadapi ancaman militer dan ancaman bersenjata yang disesuaikan dengan kebijakan pertahanan negara.
Gelar kekuatan dilakukan diberbagai daerah di Indonesia, salah satunya adalah provinsi Papua yang berada di timur Indonesia. Papua menjadi salah satu daerah yang disebut memiliki ancaman nyata. Salah satunya adalah keberadaan organisasi pro kemerdekaan Papua yang menolak kehadiran TNI.
Selama ini gelar pertahanan selalu dilakukan berdasarkan kondisi geografis Indonesia atau dalam kata lain ada arsitektur pertahanan militer yang disusun dalam postur pertahanan negara. Dalam dokumen postur pertahanan negara disiapkan dengan memperhatikan doktrin pertahanan negara dalam strategi pertahanan negara sesuai faktor geopolitik, geostrategi Indonesia dan karakteristik negara Indonesia.
Dalam gelar kekuatan yang dilakukan di Papua militer tentunya akan memperhatikan faktor geopolitik dan geostrategi Indonesia, sehingga penempatan Kodam, Batalyon, Kodim, Koramil, dan Pos pengamanan lainnya sudah seharusnya dilakukan sesuai strategi pertahanan negara.
3. Kemana Arah Kebijakan Pertahanan Indonesia?
Jika melihat dinamika konflik Papua yang terus mengalami eskalasi sepanjang tahun dengan rentetan kejadian yang sudah dijelaskan diatas, maka kebijakan pertahanan Indonesia harusnya tidak hanya bertahan tetapi melakukan pengejaran. Namun kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pusat melalui Panglima TNI masih mengupayakan jalan damai dan tidak diperkenankan kepada pos atau satuan tugas TNI untuk melakukan Operasi atau pengejaran kepada kelompok bersenjata.
Jika kita kembali kepada tugas TNI sesuai dengan aturan, maka TNI ditugaskan untuk melakukan operasi militer dalam menghadang setiap ancaman terhadap kedaulatan dan keselamatan bangsa dengan tugas lanjutnya dalam Operasi militer selain perang yaitu mengatasi Gerakan separatis bersenjata dan pemberontakan bersenjata, maka TNI harus digerakan untuk menjaga kedaulatan bangsa dan keselamatan segenap masyarakat Indonesia.
Kenapa penulis menyebutkan bahwa TNI harus digerakan? Pertama, Karena kebijakan negara tidak lebih dari besar nyawa masyarakat yang terbuang sia-sia atas aksi kejahatan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata.
Kedua, kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat dengan pendekatan damai sudah tepat dilakukan bagi masyarakat yang ingin hidup damai dengan sesamanya. Namun, bagi kelompok yang menentang kebijakan negara dengan cara kekerasan hingga membunuh tidak bisa ditolerir. Kenapa ? karena ada banyak nyawa manusia yang dipertaruhkan untuk sebuah kebijakan damai. Contohnya, TNI tidak
diperkenankan melakukan penyerangan sehingga ketika posnya diserang atau pada
saat melakukan patroli kemudian diserang, banyak dari anggota TNI yang akhirnya gugur.
Masyrakat harus meninggalkan rumah dan mengungsi kehutan karena takut, tidak bisa aktif melakukan kegiatan sosialisasi, belajar-mengajar jadi tertunda, pemeriksaan kesehatan secara berkala kepada anak balita dan lansia tidak dapat dilaksanakan, kematian ibu dan anak meningkat, serta kasus lainnya seperti kelaparan atau busung lapar karena tidak ada aktivitas ekonomi. Ketiga, dengan melihat dinamikan ancaman dalam negeri dari kelompok bersenjata yang terus mengalami eskalasi dan tindakan brutal yang terus dilakukan oleh kelompok ini, penulis meliihat kebijakan pertahanan Indonesia bisa disesuaikan dengan kondisi geopolitik dan geostrategis dimasing-masing wilayah. Dengan kata lain, penulis melihat arah pertahanan Indonesia di Papua bisa masuk dalam Operasi
Militer.
Namun, Operasi militer yang dilakukan adalah Operasi Militer yang dilakukan secara khusus didaerah tertentu dengan memperhatikan keselamatan segenap rakyat Indonesia. Dalam kebijakan pertahanan bisa kita sebutkan Gelar Kekuatan Pertahanan Operasi Militer Parsial.
Sebagai penutup. Pada akhirnya arah kebijakan pertahanan Indonesia harus disesuaikan dengan dinamika ancaman dalam dan luar negeri sesuai dengan geopolitik dan geostrategis Indonesia. Dalam penanganan aksi kelompok bersenjata di Papua, harus ada formula yang tepat yang diambil.
Jika kebijakan pendekatan persuasif dengan mengedepankan damai tidak bisa diterima sebagian kelompok, maka harus ada kebijakan selanjutnya yang lahir. Pertama, agar nyawa manusia tidak hilang begitu saja. kedua, TNI tidak bisa dibatasi untuk menunggu diserang sambil upayakan damai tetapi harus ada upaya preventif. Ketiga, jika arah kebijakan pertahanan berubah karena dinamika konflik yang terus mengalami eskalasi, maka operasi militer parsial dapat menjadi salah satu langkah untuk membatasi ruang gerak dan menjaga keselamatan segenap rakyat Indonesia.